Hijrah | Buku Sejarah Hidup Muhammad Karya Muhammad Husain Haekal - Kata hijrah (هِجْرَةٌ) berasal dari akar kata hajara (هَجَرَ) yang berarti berpindah (tempat, keadaan, atau sifat), atau memutuskan, yakni memutuskan hubungan antara dirinya dengan pihak lain, atau panas menyengat, yang memaksa pekerja meninggalkan pekerjaannya.
Dalam pengertian syar'iy, hijrah berarti, "perpindahan Rasulullah saw. bersama sahabat-sahabatnya dari Mekkah menuju Madinah, kira-kira tahun ke-13 dari masa kenabiannya". Atau "perpindahan dalam rangka meninggalkan kampung kemusyrikan menuju suatu kampung keimanan, dalam rangka melakukan pembinaan dan pendirian masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Atau meninggalkan tempat, keadaan, atau sifat yang tidak baik, menuju yang baik di sisi Allah dan Rasul-Nya (kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw.).
Di Buku Sejarah Hidup Muhammad Karya Muhammad Husain Haekal ada beberapa pembahasan pada poin kesepuluh antara lain:
- Perintah hijrah
- Ali di tempat tidur Nabi
- Di gua Thaur
- Berangkat ke Yathrib
- Cerita Suraqa b. Ju’syum
- Muslimin Medinah menantikan kedatangan Rasul
- Islam di Yathrib
- Muhammad memasuki Medinah
Hijrah
RENCANA Quraisy akan membunuh Muhammad pada malam hari, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Medinah dan memperkuat diri di sana serta segala bencana yang mungkin menimpa Mekah dan menimpa perdagangan mereka dengan Syam sebagai akibatnya, beritanya sudah sampai kepada Muhammad.
Memang tak ada orang yang menyangsikan, bahwa Muhammad akan menggunakan kesempatan itu untuk hijrah. Akan tetapi, karena begitu kuat ia dapat menyimpan rahasia itu, sehingga tiada seorangpun yang mengetahui, juga Abu Bakr, orang yang pernah menyiapkan dua ekor unta kendaraan tatkala ia meminta ijin kepada Nabi akan hijrah, yang lalu ditangguhkan, hanya sedikit mengetahui soalnya.
Muhammad sendiri memang masih
tinggal di Mekah ketika ia sudah mengetahui keadaan Quraisy itu dan ketika kaum
Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Dalam ia
menantikan perintah Tuhan yang akan mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika
itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah
mengijinkan ia hijrah. Dimintanya Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya
itu, yang lalu diterima baik oleh Abu Bakr.
Di sinilah dimulainya kisah
yang paling cemerlang dan indah yang pernah dikenal manusia dalam sejarah
pengejaran yang penuh bahaya, demi kebenaran, keyakinan dan iman. Sebelum itu
Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan
pemeliharaannya kepada Abdullah b. Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya
diperlukan.
Tatkala kedua orang itu sudah siap-siap akan meninggalkan Mekah
mereka sudah yakin sekali, bahwa Quraisy pasti akan membuntuti mereka. Oleh
karena itu Muhammad memutuskan akan menempuh jalan lain dari yang biasa, Juga
akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.
Pemuda-pemuda yang sudah
disiapkan Quraisy untuk membunuhnya malam itu sudah mengepung rumahnya, karena
dikuatirkan ia akan lari. Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan
kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan
supaya berbaring di tempat tidurnya.
Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia
tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan
kepadanya. Dalam pada itu pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy, dari
sebuah celah mengintip ke tempat tidur Nabi. Mereka melihat ada sesosok tubuh di
tempat tidur itu dan merekapun puas bahwa dia belum lari.
Tetapi,
menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu mereka Muhammad sudah
keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian keluar dari jendela
pintu belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Bahwa
tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan adalah di luar
dugaan.
Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka dalam
gua itu selain Abdullah b. Abu Bakr, dan kedua orang puterinya Aisyah dan Asma,
serta pembantu mereka ‘Amir b. Fuhaira. Tugas Abdullah hari-hari berada di
tengah-tengah Quraisy sambil mendengar-dengarkan permufakatan mereka terhadap
Muhammad, yang pada malam harinya kemudian disampaikannya kepada Nabi dan kepada
ayahnya.
Sedang ‘Amir tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakr’ sorenya
diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila
Abdullah b. Abi Bakr keluar kembali dari tempat mereka, datang ‘Amir
mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejaknya.
Kedua orang itu
tinggal dalam gua selama tiga hari. Sementara itu pihak Quraisy berusaha
sungguh-sungguh mencari mereka tanpa mengenal lelah. Betapa tidak. Mereka
melihat bahaya sangat mengancam mereka kalau mereka tidak berhasil menyusul
Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan pihak Yathrib.
Selama kedua orang
itu berada dalam gua, tiada hentinya Muhammad menyebut nama Allah. KepadaNya ia
menyerahkan nasibnya itu dan memang kepadaNya pula segala persoalan akan
kembali. Dalam pada itu Abu Bakr memasang telinga. Ia ingin mengetahui adakah
orang-orang yang sedang mengikuti jejak mereka itu sudah berhasil
juga.
Kemudian pemuda-pemuda Quraisy - yang dari setiap kelompok di ambil
seorang itu - datang. Mereka membawa pedang dan tongkat sambil mundar-mandir
mencari ke segenap penjuru. Tidak jauh dari gua Thaur itu mereka bertemu dengan
seorang gembala, yang lalu ditanya.
“Mungkin saja mereka dalam gua itu,
tapi saya tidak melihat ada orang yang menuju ke sana.”
Ketika mendengar
jawaban gembala itu Abu Bakr keringatan. Kuatir ia, mereka akan menyerbu ke
dalam gua. Dia menahan napas tidak bergerak, dan hanya menyerahkan nasibnya
kepada Tuhan. Lalu orang-orang Quraisy datang menaiki gua itu, tapi kemudian ada
yang turun lagi.
“Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?” tanya
kawan-kawannya.
“Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah
ada sejak sebelum Muhammad lahir,” jawabnya. “Saya melihat ada dua ekor burung
dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di
sana.”
Muhammad makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakr juga makin
ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad berbisik di
telinganya:
“Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita.”
Dalam
buku-buku hadis ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa setelah terasa oleh Abu
Bakr bahwa mereka yang mencari itu sudah mendekat ia berkata dengan
berbisik:
“Kalau mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat
kita.”
“Abu Bakr, kalau kau menduga bahwa kita hanya berdua, ketiganya
adalah Tuhan,” kata Muhammad.
Orang-orang Quraisy makin yakin bahwa dalam
gua itu tak ada manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di
mulut gua. Tak ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau
dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu surut kembali. Kedua orang
bersembunyi itu mendengar seruan mereka supaya kembali ke tempat semula.
Kepercayaan dan iman Abu Bakr bertambah besar kepada Allah dan kepada
Rasul.
“Alhamdulillah, Allahuakbar!” kata Muhammad
kemudian.
Sarang laba-laba, dua ekor burung dara dan pohon. Inilah
mujizat yang diceritakan oleh buku-buku sejarah hidup Nabi mengenai masalah
persembunyian dalam gua Thaur itu. Dan pokok mujizatnya ialah karena segalanya
itu tadinya tidak ada.
Tetapi sesudah Nabi dan sahabatnya bersembunyi dalam gua,
maka cepat-cepatlah laba-laba menganyam sarangnya guna menutup orang yang dalam
gua itu dari penglihatan. Dua ekor burung dara datang pula lalu bertelur di
jalan masuk. Sebatang pohonpun tumbuh di tempat yang tadinya belum ditumbuhi.
Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem mengatakan:
“Tiga peristiwa itu
sajalah mujizat yang diceritakan oleh sejarah Islam yang benar-benar: sarang
laba-laba, hinggapnya burung dara dan tumbuhnya pohon-pohonan. Dan ketiga
keajaiban ini setiap hari persamaannya selalu ada di muka bumi.”
Akan
tetapi mujizat begini ini tidak disebutkan dalam Sirat Ibn Hisyam ketika
menyinggung cerita gua itu. Paling banyak oleh ahli sejarah ini disebutkan
sebagai berikut:
“Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung Thaur
sebuah gunung di bawah Mekah - lalu masuk ke dalamnya. Abu Bakr meminta anaknya
Abdullah supaya mendengar-dengarkan apa yang dikatakan orang tentang mereka itu
siang hari, lalu sorenya supaya kembali membawakan berita yang terjadi hari itu.
Sedang ‘Amir b. Fuhaira supaya menggembalakan kambingnya siang hari dan diistirahatkan kembali bila sorenya ia kembali ke dalam gua. Ketika itu, bila hari sudah sore Asma, datang membawakan makanan yang cocok buat mereka ... Rasulullah s.a.w. tinggal dalam gua selama tiga hari tiga malam. Ketika ia menghilang Quraisy menyediakan seratus ekor unta bagi barangsiapa yang dapat mengembalikannya kepada mereka.
Sedang Abdullah b. Abi Bakr siangnya berada di
tengah-tengah Quraisy mendengarkan permufakatan mereka dan apa yang mereka
percakapkan tentang Rasulullah s.aw. dan Abu Bakr, sorenya ia kembali dan
menyampaikan berita itu kepada mereka.
‘Amir b. Fuhaira - pembantu Abu
Bakr - waktu itu menggembalakan ternaknya di tengah-tengah para gembala Mekah,
sorenya kambing Abu Bakr itu diistirahatkan, lalu mereka memerah susu dan
menyiapkan daging. Kalau paginya Abdullah b. Abi Bakr bertolak dari tempat itu
ke Mekah, ‘Amir b. Fuhaira mengikuti jejaknya dengan membawa kambing supaya
jejak itu terhapus. Sesudah berlalu tiga hari dan orangpun mulai tenang, aman
mereka, orang yang disewa datang membawa unta kedua orang itu serta untanya
sendiri... dan seterusnya.”
Demikian Ibn Hisyam menerangkan mengenai
cerita gua itu yang kami nukilkan sampai pada waktu Muhammad dan sahabatnya
keluar dari sana.
Tentang pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk
dibunuh itu serta tentang cerita gua ini datang firman Tuhan demikian:
“Ingatlah tatkala orang-orang
kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap
kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah
membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik.” (Qur’an, 8: 30)
“Kalau kamu tak dapat
menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh
orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika
keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia berkata kepada temannya itu: ‘Jangan
bersedih hati, Tuhan bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan
kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah
menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah
yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.” (Qur’an, 9: 40)
Pada hari
ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa orang sudah tenang kembali
mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi datang membawakan unta kedua orang
itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu Bakr datang membawakan makanan.
Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada sesuatu yang dapat dipakai
menggantungkan makanan dan minuman pada pelana barang, Asma, merobek ikat
pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi
diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk
dua).
Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai untanya sendiri-sendiri
dengan membawa bekal makanan. Abu Bakr membawa limaribu dirham dan itu adalah
seluruh hartanya yang ada. Mereka bersembunyi dalam gua itu begitu ketat. Karena
mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati sekali membuntuti,
maka dalam perjalanan ke Yathrib itu mereka mengambil jalan yang tidak biasa
ditempuh orang. Abdullah b. ‘Uraiqit - dari Banu Du’il - sebagai penunjuk jalan,
membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian
menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah.
Oleh karena mereka melalui jalan yang
tidak biasa ditempuh orang, di bawanya mereka ke sebelah utara di seberang
pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan yang paling sedikit dilalui
orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di
waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan,
tidak lagi mereka mengenal lelah. Ya, kesulitan mana yang lebih mereka takuti
daripada tindakan Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang
hendak mereka capai demi jalan Allah dan kebenaran itu! Memang, Muhammad sendiri
tidak pernah mengalami kesangsian, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi “jangan
kamu mencampakkan diri ke dalam bencana.” Allah menolong hambaNya selama hamba
menolong dirinya dan menolong sesamanya. Mereka telah melangkah dengan selamat
selama dalam gua.
Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa
yang dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka,
wajar sekali akan menarik hati orang yang hanya tertarik pada hasil materi
meskipun akan diperoleh dengan jalan kejahatan.
Apalagi jika kita ingat
orang-orang Arab Quraisy itu memang sudah menganggap Muhammad musuh mereka.
Dalam jiwa mereka terdapat suatu watak tipu-muslihat, bahwa membunuh orang yang
tidak bersenjata dan menyerang pihak yang tak dapat mempertahankan diri, bukan
suatu hal yang hina. Jadi, dua orang itu harus benar-benar waspada, harus
membuka mata, memasang telinga dan penuh kesadaran selalu.
Dugaan kedua
orang itu tidak meleset. Sudah ada orang yang datang kepada Quraisy membawa
kabar, bahwa ia melihat serombongan kendaraan unta terdiri dari tiga orang
lewat.
Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Waktu itu Suraqa
b. Malik b. Ju’syum hadir.
“Ah, mereka itu Keluarga sianu,” katanya
dengan maksud mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah
seratus ekor unta. Sebentar ia masih tinggal bersama orang-orang itu. Tetapi
kemudian ia segera pulang ke rumahnya. Disiapkannya senjatanya dan disuruhnya
orang membawakan kudanya ke tengah-tengah wadi supaya waktu ia keluar nanti
tidak dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya kudanya dan dipacunya ke arah
yang disebutkan orang itu tadi.
Sementara itu Muhammad dan kedua temannya
sudah mengaso di bawah naungan sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan
menghilangkan rasa lelah sambil makan-makan dan minum, dan sekadar mengembalikan
tenaga dan kekuatan baru.
Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan
Abu Bakr pun sudah pula mulai memikirkan akan menaiki untanya mengingat bahwa
jaraknya dengan Suraqa sudah makin dekat. Dan sebelum itu kuda Suraqa sudah dua
kali tersungkur karena terlampau dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu
melihat bahwa ia sudah hampir berhasil dan menyusul kedua orang itu - lalu akan
membawa mereka kembali ke Mekah atau membunuh mereka bila mencoba membela diri -
ia lupa kudanya yang sudah dua kali tersungkur itu, karena saat kemenangan
rasanya sudah di tangan.
Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan
keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan
jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Lalu diramalkan oleh Suraqa bahwa itu
suatu alamat buruk dan dia percaya bahwa sangdewa telah melarangnya mengejar
sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya besarapabila sampai
keempat kalinya ia terus berusaha juga. Sampai di situ ia berhenti dan hanya
memanggil-manggil:
“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara.
Demi Allah, tuan-tuan jangan menyangsikan saya. Saya tidak akan melakukan
sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.”
Setelah kedua orang itu berhenti
melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat
kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr
lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya
kepada Suraqa.
Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali
pulang. Sekarang, bila ada orang mau mengejar Muhajir Besar itu olehnya
dikaburkan, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.
Muhammad dan
kawannya itu kini berangkat lagi melalui pedalaman Tihama dalam panas terik yang
dibakar oleh pasir sahara. Mereka melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah
curam. Dan sering pula mereka tidak mendapatkan sesuatu yang akan menaungi diri
mereka dari letupan panas tengah hari tak ada tempat berlindung dari kekerasan
alam yang ada di sekitarnya, tak ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau
dari yang akan menyerbu mereka tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman
yang begitu mendalam kepada Tuhan. Keyakinan mereka besar sekali akan kebenaran
yang telah diberikan Tuhan kepada RasulNya itu.
Selama tujuh hari
terus-menerus mereka dalam keadaan serupa itu. Mengaso di bawah panas membara
musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir.
Hanya karena adanya ketenangan hati kepada Tuhan dan adanya kedip
bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu, membuat hati dan perasaan
mereka terasa lebih aman.
Bilamana kedua orang itu sudah memasuki daerah
kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka,
barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Yakin sekali mereka
pertolongan Tuhan itu ada.
Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat
sekali.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu,
berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan
yang lain, sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa
kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti.
Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya.
Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan,
betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang
terkemuka Yathrib yang sebelum itu belum pernah melihat Muhammad sudah menjadi
pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja, kaum Muslimin
yang gigih melakukan dakwah Islam dan sangat mencintai Rasulullah
itu.
Sa’id b. Zurara dan Mush’ab b. ‘Umair sedang duduk-duduk dalam salah
sebuah kebun Banu Zafar. Beberapa orang yang sudah menganut Islam juga berkumpul
di sana. Berita ini kemudian sampai kepada Sa’d b. Mu’adh dan ‘Usaid b. Hudzair,
yang pada waktu itu merupakan pemimpin-pemimpin golongannya
masing-masing.
“Temui dua orang itu,” kata Said kepada ‘Usaid, “yang
datang ke daerah kita ini dengan maksud supaya orang-orang yang hina-dina di
kalangan kita dapat merendahkan keluarga kita. Tegur mereka itu dan cegah.
Sebenarnya Said b. Zurara itu masih sepupuku dari pihak ibu, jadi saya tidak
dapat mendatanginya.”
‘Usaidpun pergi menegur kedua orang itu. Tapi
Mush’ab menjawab:
“Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?” katanya.
“Kalau hal ini kau setujui dapatlah kauterima, tapi kalau tidak kausukai maukah
kau lepas tangan?”
“Adil kau,” kata ‘Usaid, seraya menancapkan tombaknya
di tanah. Ia duduk dengan mereka sambil mendengarkan keterangan Mush’ab, yang
ternyata sekarang ia sudah menjadi seorang Muslim. Bila ia kembali kepada Sa’d
wajahnya sudah tidak lagi seperti ketika berangkat. Hal ini membuat Sa’d jadi
marah. Dia sendiri lalu pergi menemui dua orang itu. Tetapi kenyataannya ia
seperti temannya juga.
Karena pengaruh kejadian itu Sa’d lalu pergi
menemui golongannya dan berkata kepada mereka:
“Hai Banu ‘Abd’l-Asyhal.
Apa yang kamu ketahui tentang diriku di tengah-tengah kamu
sekalian?”
“Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan
pandangan dan pengalaman yang terpuji,” jawab mereka.
“Maka kata-katamu,
baik wanita maupun pria bagiku adalah suci selama kamu beriman kepada Allah dan
RasulNya.”
Sejak itu seluruh suku ‘Abd’l-Asyhal, pria dan wanita masuk
Islam.
Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di kota
itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum
Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin dengan tidak ragu-ragu mempermainkan
berhala-berhala kaum musyrik di sana.
Seseorang yang bernama ‘Amr bin’l-Jamuh
mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat,
diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan.
‘Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka
pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka
mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam
sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib biasa dipakai tempat buang
air.
Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada ‘Amr mencarinya sampai
diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali
di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda
itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat ‘Amr itu, dan diapun setiap
hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya
pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: “Kalau kau
memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau.”
Tetapi keesokan
harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah
sumur tercampur dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada
lagi.
Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka
masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya
hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa
manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia, iapun masuk
Islam.
Melihat Islam yang sudah mencapai martabat begitu tinggi di
Yathrib, akan mudah sekali orang menilai, betapa memuncaknya kerinduan penduduk
kota itu ingin menyambut kedatangan Muhammad, setelah mereka mengetahui ia sudah
hijrah dari Mekah. Setiap hari selesai sembahyang Subuh mereka pergi ke luar
kota menanti-nantikan kedatangannya sampai pada waktu matahari terbenam dalam
hari-hari musim panas bulan Juli.
Dalam pada itu ia sudah di Quba’ - dua
farsakh jauhnya dari Medinah. Empat hari ia tinggal di tempat itu, ditemani oleh
Abu Bakr. Selama masa empat hari itu mesjid Quba’ dibangunnya. Sementara itu
datang pula Ali b. Abi-Talib ke tempat itu setelah mengembalikan barang-barang
amanat - yang dititipkan kepada Muhammad - kepada pemilik-pemiliknya di Mekah.
Setelah itu ia sendiri meninggalkan Mekah, menempuh perjalanannya ke Yathrib
dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan
yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk
menyusul saudara-saudaranya seagama.
Sementara kaum Muslimin Yathrib pada
suatu hari sedang menanti-nantikan seperti biasa tiba-tiba datang seorang Yahudi
yang sudah mengetahui apa yang sedang mereka lakukan itu berteriak kepada
mereka.
“Hai, Banu Qaila1 ini dia kawan kamu
datang!”
Hari itu adalah hari Jum’at dan Muhammad berjum’at di Medinah.
Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna itulah kaum
Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka
ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat,
hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu
namanya disebut pada setiap kali sembahyang.
Orang-orang terkemuka di
Medinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka dengan segala persediaan
dan persiapan yang ada. Tetapi ia meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke atas
unta betinanya, dipasangnya tali keluannya, lalu ia berangkat melalui
jalan-jalan di Yathrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya
dan memberikan jalan sepanjang jalan yang diliwatinya itu.
Seluruh penduduk
Yathrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan menyaksikan adanya hidup baru yang
bersemarak dalam kota mereka itu, menyaksikan kehadiran seorang pendatang baru,
orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama itu saling
bermusuhan, saling berperang. Tidak terlintas dalam pikiran mereka - pada saat
ini, saat transisi sejarah yang akan menentukan tujuannya yang baru itu - akan
memberikan kemegahan dan kebesaran bagi kota mereka, dan yang akan tetap hidup
selama sejarah ini berkembang.
Dibiarkannya unta itu berjalan.
Sesampainya ke sebuah tempat penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim
dari Banu’n-Najjar, unta itu berlutut (berhenti). Ketika itulah Rasul turun dari
untanya dan bertanya:
“Kepunyaan siapa tempat ini?”
tanyanya.
“Kepunyaan Sahl dan Suhail b. ‘Amr,” jawab Ma’adh b. ‘Afra’.
Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal tersebut dengan
kedua anak itu supaya mereka puas. Dimintanya kepada Muhammad supaya di tempat
itu didirikan mesjid.
Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan
dimintanya pula supaya di tempat itu didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.
Download Ebook "Sejarah Hidup Muhammad" oleh Muhammad Husain Haekal
Apa saja isi Ebook "Sejarah Hidup Muhammad" ini? Cek dulu Daftar Isinya disiniCatatan Kaki
1 Aus dan Khazraj (A).